Senin, 09 Juni 2008

Mengapa aku memeluk Islam-Dr. Umar Rolf Baron Ehrenfels (Austria)



Dr. Umar Rolf Baron Ehrenfels (Austria)

Gurubesar Antropologi
http://media.isnet.org/islam/Mengapa/Ehrenfels.html

Penggugah terpenting atas kesadaran saya tentang kebenaran agama Islam, agama besar yang sangat berpengaruh atas jiwa saya, ialah bahwa Islam itu menonjol dalam hal-hal sebagai berikut:

  1. Ajaran-ajaran Islam yang diwahyukan berangsur-angsur itu menurut pikiran saya menunjukkan bahwa agama-agama besar keluar dari hanya satu sumber, bahwa orang-orang yang membawa ke-Rasulan besar itu hanya membawa ajaran-ajaran Tuhan yang Satu, dan bahwa beriman kepada salah satu ke-Rasulan ini berarti mencari Iman dalam Cinta kasih.
  2. Islam, pada pokoknya berarti aman atau selamat dengan cara tunduk kepada hukum yang abadi.
  3. Islam ditinjau dari sudut sejarah adalah agama besar terakhir di atas planet bumi ini.
  4. Nabi Muhammad s.a.w. adalah Rasul Islam dan mata rantai terakhir dalam rangkaian para Rasul yang membawa risalah-risalah besar.
  5. Penerimaan agama Islam dan cara hidup kaum Muslimin oleh orang yang menganut agama yang terdahulu, berarti dia melepaskan diri dari agamanya yang dahulu. Sama seperti memeluk ajaran-ajaran Budha itu berarti melepaskan diri dari ajaran-ajaran Hindu. Agama-agama yang berbeda-beda itu sebenarnya hanya buatan manusia, sedangkan kesatuan agama itu dari dan bersifat ke-Tuhanan. Ajaran-ajaran Al-Qur'an menekankan atas prinsip kesatuan ini. Dan percaya atas kesatuan agama berarti menerima satunya fakta kejiwaan yang umum diterima oleh semua orang, pria dan wanita.
  6. Jiwa persaudaraan kemanusiaan yang meliputi semua hamba Allah, selalu ditekankan oleh Islam, berbeda dengan konsep rasialisme atau sukuisme yang berdasarkan perbedaan bahasa, warna kulit, sejarah tradisional dan lain-lain dogma alami.
  7. Konsep cinta kasih kebapakan Tuhan, dengan sendirinya mengandung konsep cinta keibuan Tuhan sebagai dua prinsip gelar Tuhan Ar-Rahman dan Ar-Rahim. Kedua kata ini berasal dari kata "rahima" dalam bahasa Arab. Pengertian pokok simbolis ini sama dengan pengertian "Goethe's Das Ewing-Weibliche Zieht uns himan" yang arti harfiahnya ialah "rahim" (dari wanita).

Berdasarkan pengertian ini, maka Gereja Aya Shofia di Istambul telah dibangun menurut prinsip arsitek besar Muslim di Timur Dekat yang diilhami oleh bangunan Mesjid Sultan Ahmad atau Muhammad Al-Fatih di Istambul.

Dalam pengertian dan jiwa inilah Rasulullah s.a.w. bersabda dalam kata-katanya yang tidak bisa dilupakan oleh para pengikutnya:

Syurga itu di bawah telapak kaki kaum ibu.

Tentang Pengarang : Doktor Umar Rolf Baron Ehrenfels

Beliau adalah anak satu-satunya dari Alm. Baron Christian Ehrenfels, pembangun teori structure Psychology modern di Austria.

Rolf Freiherr von Ehrenfels sudah sejak masa anak-anak tertarik oleh dunia Timur umumnya, dunia Islam khususnya. Saudaranya perempuan, seorang penyair bangsa Austria, Imma von Bedmarhof telah menceritakan hal itu dalam sebuah artikelnya dalam majalah sastra Islam Lahore pada tahun 1953. Pada waktu Rolf meningkat dewasa, dia pergi ke negara-negara Balkan dan Turki, di mana dia ikut bersembahyang di mesjid-mesjid (walaupun dia masih seorang Nasrani) dan mendapat sambutan baik dari kaum Muslimin Turki, Albania, Yunani dan Yugoslavia. Sesudah itu perhatiannya terhadap Islam semakin bertambah, hingga akhirnya dia menyatakan masuk Islam pada tahun 1927 dan memilih Umar sebagai nama Islamnya. Pada tahun 1932, beliau mengunjungi anak benua India/Pakistan dan sangat tertarik oleh soal-soal kebudayaan dan sejarah yang berhubungan dengan kedudukan wanita dalam Islam. Sekembalinya di Austria, Baron mengkhususkan diri dalam mempelajari soal-soal antropologi dari Matilineal Civilisation di India. The Oxford University Press telah menerbitkan buku antropologinya yang pertama (Osmania University series, Hyderabad, Deccan 1941) mengenai topik ini.

Pada waktu Austria diduduki oleh Jerman Nazi tahun 1938, Baron Umar pergi lagi ke India, dan beker.ja di Hyderabad atas undangan alm. Sir Akbar Hydari sambil tetap mempelajari soal-soal antropologi di India Selatan dengan mendapat bantuan dari Wenner Gern Foundation New York di Assam. Sejak tahun 1949 beliau menjadi Kepala Bagian Antropologi pada University of Madras. Pada tahun itu juga beliau mendapat medali emas S.C. Roy Golden Medal atas jasa-jasanya dalam bidang Sosial and Cultural Antropology dari Royal Asiatic Society of Bengal.

Di antara sekian banyak karangan-karangannya tentang Islam dan ilmu pengetahuan, ada dua jilid buku tentang antropologi India dan dunia, "Ilm-ul-Aqwam" (Anjuman Taraqqi-Delhi 1941) dan sebuah risalah tentang suku bangsa Cochin dengan nama "Kadar of Cochin" (Madras 1952).



Rabu, 20 Februari 2008

Pendeta yang kemudian jadi Muballigh & Pakar Kristolog

H. Muhammad Zulkarnaen (d/h Eddy Crayn Hendrik)

Katagori : Journey to Islam
Oleh : Redaksi 12 Nov 2007 - 9:00 am

imageMuhammad Zulkarnaen, ahli Kristologi ini adalah mantan Pendeta Kristiani dan pernah menulis buku "Mengapa Saya Masuk Islam & mengakui Muhammad sebagai Rasul Allah SWT", sekarang menjadi Direktur The Institute Of Reserches And Studies On The History Of World Religions.

Mubaligh asal Flores NTT ini sebelum memeluk Islam aktif sebagai misionaris di kawasan Indonesia timur dengan nama asli Eddy Crayn Hendrik. Setelah ayah dan ibunya tahu bahwa Eddy masuk Islam, maka ia diusir dari rumah oleh keluarganya. Akhirnya ia melanglang buana sambil memperdalam Islam sambil berdakwah keliling, berbekal pengalaman dari kehidupannya sendiri ditambah banyak membaca buku-buku dan kitab pergaulan yang dibangun semakin luas pengetahuan yang dimilki pun sangat mendukung dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai mubaligh.

Kerisauan yang menyesakkan dada sangat dirasakan manakala muncul berbagai fitnah terhadap Islam dan masyarakat Muslim. Untuk menghadapi fitnah dan serangan terhadap Islam, apalagi bila ayat suci Al-Qur’an dibajak untuk kepentingan di luar Islam, maka untuk menangkalnya perlu diungkap fakta sejarah agama-agama dunia, serta evolusi sejak zaman Nabi Adam hingga Muhammad SAW. Hal ini sangat perlu disampaikan kepada seluruh umat Islam khususnya mubaligh yang berada di lapangan untuk bekal dialog dengan tokoh agama non Islam supaya tidak terjadi kontra produktif terhadap dakwah.

Zulkarnaen yang lahir 6 Juli l943 dari seorang ayah Izac Hendrick sebagai Pendeta dan Ibu Mariam seorang biarawati Protestan. Setelah menamatkan SMA Xapensia di Kupang l960 kemudian melanjutkan sekolah Kependetaan dan menekuni Injil, dan menjadi Pendeta di Kupang dari tahun l962-l966 mengajarkan Trinitas dan penebusan dosa dari ketuhanan Yesus. Baru pada tahun l967 ia masuk Islam di hadapan wali KUA Dompo, Sumbawa, kemudian namanya berubah menjadi Muhammad Zulkarnaen. Kisahnya diawali ketika ia jalan-jalan di komplek pertokoan Tunjungan Surabaya, kemudian membeli buku pendidikan agama Islam karya DR. HAMKA. Setelah mempelajari beberapa lama, kemudian timbul konflik batin berkepanjangan antara tetap memeluk Protestan atau Islam. Namun setelah satu bulan ia yakin bahwa kebenaran yang haqiqi itu adalah Islam, maka kemudian ia masuk Islam dengan mantab. Sebagai mu’alaf ia mendapat bimbingan langsung dari bapak Drs. Lalu Mujtahid guru SMA Muhammadiyah Mataram, yang sekarang menjadi walikota Mataram. Zulkarnaen kemudian rajin membaca buku-buku agama Islam akhirnya menjadi mubaligh di Sumbawa beberapa tahun dan kelliling Sumatra. Tahun l977 ia menikah di Lampung dengan Hj Zubaidah aktivis NA dan Aisyiyah dan dikaruniai seorang putra bernama Iskandar Zulkarnaen, sekarang bekerja sebagai karyawan BPD Lampung.

Kemudian selama 10 tahun ia menjadi mubaligh Muhammadiyah dan keliling dari Lampung hingga Aceh. Di sela-sela berdakwah ia menulis buku : Nabi Isa dan mengkaunter propaganda Kristenisasi.

Sekarang ia menetap di Tangerang, Banten. Di sana ia tetap jadi mubaligh Muhammadiyah dan memelihara anak asuh yatim piatu sejumlah 57 anak, dari usia SD hingga SMP. Di samping itu ia menampung keluarga dluafa dan mustad’afin diberi pinjaman modal tanpa bunga untuk berjualan kue yang disetor di warung-warung di daerah Perumahan Bumi Serpong.

Tiap Hari Besar Islam seperti Maulid, Isro’Mi’roj dan Muharram ia menyelenggarakaan khitanan massal kerjasama dengan PDM dan Takmir Masjid setempat. Ia juga menyebarkan CD berisi dialog dengan Robert P. Walean Pendeta dari Seatle San Faransisco USA dan dialog dengan Pendeta Tukimin seksi Yehova yang sudah menetap di Amerika Serikat selama 15 tahun. Hasil penjualan CD dan buku karangannya dikumpulkan untuk membantu pendidikan anak-anak yatim piatu. (Ton Martono/http://suara-muhammadiyah.com)

Ebook-003 : Mengapa Saya Masuk Islam & mengakui Muhammad sebagai Rasul Allah SWT
http://swaramuslim.com/ebook/more.php?id=2526_0_11_0_M

RIWAYAT SINGKAT PENULIS
Menurut bintang, penulis dilahirkan pada rasi Gemini, yaitu tanggal 6 Juni, tahun 1943, ketika bumi Indonesia masih dalam asuhan “saudara tuanya,” yang kemudian sesudah dibom atoom, menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Amerika dan sekutunya. Saya dilahirkan tanggal enam, bulan yang keenam pada hari keenam jam enam pagi. Apakah pembaca percaya itu ataukah tidak, terserah, tetapi begitulah yang dituliskan oleh bapak pendeta ketika mempermandikan saya pada tanggah 27 Nopember 1949 di Pekalongan. Saya anak Kristen, tetapi jelas bukan Kristen abangan, sebab pada tahun 1936 ayah saya, Izaak Hendrik, telah lulus dari Kweekschool van het Leger Des Heils Bandung, yaitu sekolah Opsir, atau sekolah pendeta dari sekte Bala Keselamatan, masih termasuk mashab Methodist - Inggris.

Oleh karena sejak kecil saya sudah harus membaca Injil, maka akhirnya saya mahir dalam menghapal dan mengetahui ayat-ayat Injil, seperti para pendeta dan calon pendeta pada umumnya.

Meskipun ayah saya pengikut faham Protestan, tetapi saya disekolahkan di sekolah Katolik, yaitu pada waktu di S.R. tiga tahun lamanya, S.M.P. dua tahun lamanya, dan di S.M.A. setahun pula. Selebihnya saya bersekolah di sekolahan Kristen (Protestan maksudnya). Dalam sekolah Katolik saya harus pula mempelajari agama Katolik, sebab disana, andaikan murid itu pandai sekalipun bila vak agama (Katolik tentunya) mendapat angka 5, tidak akan ia dinaikkan kelasnya. Waktu saya duduk dikelas dua S.M.P., saya dikeluarkan, karena saya menentang pateer Paulinos yang mengajarkan Sejarah Dunia, yang dalam menerangkan tentang Reformasi, banyak sekali saya rasakan menyinggung kenyataan yang saya peroleh dalam agama Protestan. Didalam kehidupan saya dalam agama Kristen, saya merasakan amat bahagia, sebab saya adalah seorang diantara sekian banyak orang yang telah diselamatkan oleh Yesus juru selamat saya, Anak Allah yang telah turun kedunia mati ganti dosa-dosa kita. Saya sangat fanatik pada agama saya, sebab negeri saya, (Timor Kupang) 95% Kristen, lagi pula banyak paman-paman saya yang menjabat penetua, yaitu pendeta-pendeta kecil didesa disamping ayah sayapun adalah seorang pendeta. Itulah makanya saya pernah bermukim setahun lamanya dalam sekolah pendeta jalan Kramat Raya 55 Jakarta, yaitu kira-kira tahun 1962. Islam bagi saya adalah bukan suatu agama. Islam itu kolot, Islam identik dengan Arab, sedangkan Arab itu kikir. Agama Islam tidak memperoleh keselamatan Illahi, sebab tidak mengakui Yesus sebagai anakNya yang tersalib ganti dosa dan salah kita. Ia, bila hendak sembahyang harus berteriak-teriak dahulu, dan mencuci kaki serta meminum air bekas cuciannya, alangkah kotornya. Islam itu kejam, mengacaukan negara kita, mau pula merubah dasar negara kita menjadi negara Islam, dan untuk itu ia memberontak.

BAGAIMANA SAYA MENGENAL ISLAM
Sejarah ibarat roda, selalu berputar dan berputar. Demikian pula dengan manusia. Apa yang baru dihari ini, akan usang dikeesokannya, apa yang baik hari ini, belum tentulah baik kemudiannya. Dunia penuh dinamika dan romantika. Sayapun penuh dengan dinamika dan romantika. Pada tahun 1964 saya naik kereta api dari Jakarta ke Surabaya, entah suatu kesengajaan yang sudah diatur oleh Tuhan ataukah bagaimana, tetapi yang jelas saya telah duduk berdampingan dengan seorang yang mengaku bernama Haji Mahmud, yang tertarik oleh ketekunan saya membaca injil, akibatnya berdialog, dan dalam dialog itu ia memberikan pada saya “Sebuah ajaran Islam,” yang bunyinya: ‘Kul huallahu Ahad, Allahus samad, Lam yalid walam yulad, Walam yakun lahu kufuwan Ahad,’ yang artinya:
Katakanlah wahai Muhammad, sesungguhnva Allah itu Esa tempatmu bergantung. Ia (Allah) tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan Ia tiadalah mempunyai tandingan.”

Haji tersebut menerangkan, bahwa Islam bukan hanya sekedar Agama, tetapi juga suatu risalah, suatu ideologie dan suatu falsafah, yang cocok untuk sega]a bangsa dan golongan. Islam tidak mengenal diskriminasi, dan jabatan, dan pangkat, itulah sebabnya dalam mesjid hanya dipakai tikar, dan dalam sambahyang semua ummatnya harus tunduk hingga mukanya ke bumi tanpa memandang dia itu apa dan siapa.

DORONGAN SAYA UNTUK MENYELIDIKI INJIL
Kalimat-kalimat Lam yalid Qalam yulad, benar-benar merupakan kalimat pendorong pada saya untuk menyelidiki apa sebenarnya Islam itu. Itulah sebabnya saya lalu dihinggapi penyakit “memborong” buku-buku Islam, baik itu karangan Prof. Dr. Hamka, Sallaby, Ashiddiqy, Imam Ghozali, Rosyidi, maupun kepada Al-Qur’annya sendiri, yaitu tafsirannya, dan kitab hadits-hadits. Iman saya kepada Kristen makin lama makin luntur. Satu persatu dogma dogma Kristen tidak dapat saya terima lagi. Pertanyaan hati saya tentang Tuhan itu tiga tetapi satu; juga tentang Yesus itu manusia dan Yesus itu juga Allah, tentang dosa keturunan. Salib dstnya satu persatu terjawab dalam Al-Qur’an secara jelas. Dan untuk ini saya kira karena saya mengadakan penyelidikan pengulangan terhadap Injil. Sudah tentu bukan penyelidikan secara dahulu lagi yang mendasarkan pembacaan kepada sola fide, tetapi penyelidikan baru, yaitu dengan menggunakan ratio, dan menggunakan kitab suci yang lain (Taurat & Qur’an) sebagai bahan pembanding.



Selebihnya baca di http://swaramuslim.com/ebook/html/003/

Aku Yakin Yesus Kristus Bukan Allah

Abigael Mitaart :

Nama saya Abigael Mitaart, lahir di Pulau Bacan, Maluku Utara, 30 Maret 1949, dari pasangan Efraim Mitaart dan Yohana Diadon. Latar belakang agama keluarga kami adalah Kristen Protestan. Ketika beragama Kristen Protestan, saya sama sekali tidak pernah membayangkan untuk memilih agama Islam sebagai iman kepercayaan saya. Hal ini dapat dilihat dari situasi keluarga kami yang sangat teguh pendiriannya pada keimanan Kristus.

Bagi saya, saat itu tidak mudah untuk hidup rukun berdampingan bersama umat Islam, karena sejak masa kanak-kanak telah ditanamkan oleh keluarga agar menganggap setiap orang Islam sebagai musuh yang wajib diperangi. Bahkan kalau perlu, seorang bayi Kristen diberikan pelajaran bagaimana caranya membuang ludah ke wajah seorang muslim. Hal ini mereka lakukan sebagai perwujudan dari rasa kebencian kepada umat Islam. Disanalah, saya tumbuh dalam lingkungan keluarga Kristen yang sangat tidak bersahabat dengan warga muslim.

Tentu saya tidak pernah absen pergi ke gereja setiap hari Minggu. Bahkan, saya berperan dalam setiap Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR). Misalnya, saya selalu diminta tampil di berbagai kelompok paduan suara untuk pelayanan lagu-lagu rohani di gereja. Selain itu, saya kerap mengikuti kegiatan “Aksi Natal” yang diselenggarakan oleh gereja dalam rangka pelebaran sayap tugas-tugas misionaris (kristenisasi).

TERTARIK PADA ISLAM

Ihwal ketertarikan saya pada agama Islam berawal dari rasa kekecewaan kepada ajaran-ajaran Kristen dan isi Alkitab yang hanya berisikan slogan-slogan. Bahkan, menurut saya, apabila para pendeta menyampaikan khotbah diatas mimbar, mereka lebih terkesan seperti seorang penjual obat murahan. Ibarat kata pepatah, ” tong kosong nyaring bunyinya.”

Sekalipun saya sudah menekuni pasal demi pasal, ayat demi ayat dalam Alkitab, tetapi tetap saja saya sulit memahami maksud yang terkandung mengenai isi Alkitab. Misalnya, tertulis pada Markus 15:34, “Dan pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?", yang berarti: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?”

Lalu, siapakah Yesus Kristus sesungguhnya? Bukankah ia adalah paribadi (zat) Allah yang menjelma sebagai manusia? Lalu, mengapa ia (Yesus) berseru dengan suara nyaring dan mengatakan, ”Eli, Eli,..lama sabakhtani? “ (Tuhanku,..Tuhanku,.. mengapa Engkau tinggalkan aku?)

Akhirnya saya yakin bahwa Yesus Kristus bukanlah Tuhan. Walaupun sebelumnya iman kepada Yesus Kristus sangat berarti dalam kehidupan saya. Apalagi, ketika itu didukung dengan ayat-ayat dalam Alkitab, seperti tertulis,”Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia (Yesus Kristus). Sebab dibawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita diselamatkan.” Kisah Para Rasul 4:12

Kemudian dilanjutkan lagi dengan Yohanes 14:6, ”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapak, kalau tidak melalui Aku (Yesus).”

Setelah membaca ayat ini, kemudian saya mencoba membanding-bandingkan dengan satu ayat yang tertulis dalam QS. 3:19, ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) pada sisi Allah ialah Islam.”

Entah mengapa, saya merasakan pikiran saya beru-bah, mungkin ini suatu keajaiban yang luar biasa terjadi dalam diri saya, karena selesai membaca ayat al-Qur’an tersebut, saya mulai merasa yakin bahwa ayat yang tertulis dalam QS. 3:19 itu bukanlah ‘ayat rekayasa’ dari Nabi Muhammad, tetapi ayat tersebut sesungguhnya adalah firman Allah yang hidup dan kehadiran agama Islam langsung mendapat ridha dari Allah SWT.

Betapa sulitnya seorang Kristen seperti saya bisa memeluk agama Islam, tetapi saya yakin dengan keputusan untuk masuk agama Islam, karena saya berkesimpulan apabila seorang beragama Kristen kemudian memilih agama Islam, selain karena mendapat hidayah, ia juga termasuk umat pilihan Allah SWT. Alhamdulillah, singkat cerita pada tanggal 22 Desember 1973, disebuah pulau terpencil bernama Pulau Moti di wilayah Makian, Maluku Utara dengan disaksikan warga muslim setempat, saya mengucapkan ikrar dua kalimat syahadat. Tanpa terasa air mata kemenangan berlinang, sehingga suasana menjadi hening sejenak, keharuan amat terasa saat peristiwa bersejarah dalam hidup saya itu berlangsung. Usai mengucap dua kalimat syahadat, nama saya segera saya ganti menjadi Chadidjah Mitaart Zachawerus.

Keputusan saya untuk memilih Islam harus saya bayar dengan terusirnya saya dari lingkungan rumah, pengusiran ini tidak menggoyahkan iman dan Islam saya, karena saya yakin akan kasih sayang Allah SWT, senantiasa tetap memelihara saya dalam lindungan-Nya.

“Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Jika Allah tidak menolong kamu, maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu selain dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin berserah diri.” QS. 3:160

Alhamdulillah, pada bulan Juni 1996, saya bersama suami, Sulaiman Zachawerus, menunaikan rukun Islam kelima, pergi haji ke Baitullah. ( al-islahonline.com )

Sakit Berbuah Hidayah

Teofilus Sarjiono:

Katagori : Journey to Islam
Oleh : Redaksi 27 Dec 2007 - 1:07 am

Saya lahir di Wonosari, Gunung Kidul, 9 Desember 1950, dengan nama Teofilus Sarjiono. Orangtua saya adalah penganut Kristen Pantekosta. Saya termasuk orang yang taat dalam menjalankan ibadah. Sepanjang masa saya menjalani agama lamaku itu kehidupan saya terjamin. Uang bukan masalah, sebab semua biaya hidup ditanggung agama saya saat itu. Semua fasilitas itu membuat saya sering lupa diri. Makan pun harus yang enak-enak. Seminggu sekali saya harus makan tongseng Amerika (makanan yang bahan dasarnya daging anjing).

Saat saya menjalani aktivitas agama lama saya kala itu, tiba-tiba saja saya jatuh sakit. Penyebabnya mungkin karena saya rakus makan daging. Badan saya membengkak dan perut membuncit. Beberapa penyakit seperti kolesterol, gula, dan ginjal, mulai menggerogoti tubuh saya. Dokter menganjurkan saya berhenti makan daging.

Tapi saya tidak menggubrisnya, hingga ginjal saya makin parah. Akhirnya, dokter menganjurkan saya untuk cuci darah.

Dari semenjak cuci darah inilah harta saya ikut “tercuci” pula. Malangnya, penyakitku tak kunjung sembuh, bahkan makin hari kian terlihat makin parah. Saya tidak bisa apa-apa saat itu.

Sekitar pukul 04.30 suatu pagi, saya mendengar suara adzan dari sebuah masjid. Dengan spontan saya menirukan lafadz “Laa ilaha ilallah “. Aneh, penyakit saya terasa hilang. Kata-kata itu saya ucapkan berulang-ulang, hingga ratusan kali. Ketika istri mengetahui bahwa saya mengucapkan kata-kata itu, dia mengingatkan,

“Mas, bacaan Laa illaha ilallah itu bacaan orang Islam. Bapak ‘kan orang Kristen, tidak baik mengucapkan kata-kata itu !”.

Saya jawab, “Biar berasal dari setan belang atau dari agama manapun akan saya ucapkan terus, karena setiap kali dibaca sakit saya berkurang !”.


“Keajaiban” itu tidak berhenti di situ. Suatu malam saya bermimpi seperti mendengar sebuah bisikan, “Pak Theo, kalau kamu ingin sembuh berobatlah kepada Bapak Abu !”. Maka saya pun berusaha mencari tahu orang yang bernama Pak Abu itu. Alhamdulillah, saya berhasil menemukannya. Beliau adalah seorang tabib beragama Islam.

Saat pertama kali bertemu, saya langsung mengatakan bahwa saya seorang Kristen yang ingin berobat. Pak Abu menjawab, “Saya ini mengobati penyakit, bukan mengobati agama. Saya tidak menolak siapa saja yang ingin berobat kemari. Insya Allah akan saya terima dengan baik.”

Setelah berdialog tentang penyakit yang saya derita, Pak Abu kemudian mengobati saya dengan cara Islam. Saya disuruh membaca Basmallah berulang-ulang, dan Pak Abu pun terus berdoa sambil memegang bagian badan saya yang sakit. Aneh, selama prosesi itu badan saya terasa sembuh sama sekali. Yang paling mengharukan, Pak Abu memberi saya obat secara gratis, karena saat itu saya tidak membawa uang.


Semenjak itulah saya mulai tertarik pada Islam. Saya mulai menghadiri pengajian di kampung, hingga rasa simpati saya pada Islam semakin besar. Akhirnya, 18 September 1993 saya mengucapkan kalimat syahadat di kampus UII Yogyakarta. Setelah itu istri dan kedua anak saya pun masuk Islam.

Setelah menjadi Muslim, saya sering diundang untuk mengisi ceramah pengajian. Saya pun aktif mengikuti kegiatan dakwah. Saya ingin menebus dosa. Jika dahulu saya banyak mengkristenkan orang Islam, sekarang saya ingin mendakwahkan Islam.

Karena sering menjadi penceramah, nama saya pun mulai dikenal. Bahkan saya pernah didaulat untuk menjadi pembicara pada sebuah tabligh akbar di Cirebon yang dihadiri sekitar 10.000 orang.

Seperti halnya teman-teman saya yang sudah masuk Islam terlebih dahulu, saya pun mengalami ujian berat, terutama dalam bidang ekonomi. Kehilangan pekerjaan, dikucilkan dari pergaulan, dicaci maki, adalah hal yang saya terima.

Saya dipecat dari pekerjaan tanpa mendapat pesangon. Walaupun demikian, rasa percaya diri dan iman kepada Allah semakin tebal. Semua itu saya hadapi dengan tabah.

Setelah menghadapi berbagai kesulitan, Allah SWT membukakan pintu anugerah yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Allah menitipkan sebuah rumah dan tanah kepada saya sekeluarga. Beberapa bulan lalu Allah mengundang saya dan istri untuk menunaikan ibadah haji dengan gratis. Alhamdulillah, hidup saya pun lebih dari cukup. Di balik itu semua, ada hal terindah yang saya rasakan, yaitu bertambahnya saudara dan lahirnya kedamaian hidup dalam naungan Islam. (dari : MQ/kotasantri)

note : artikel di atas telah dimuat dalam Labbaik, edisi : 033/th.04/Rajab-Sya’ban 1428H/2007M
http://swaramuslim.com/islam/more.php?id=5483_0_4_0_M

Let’s Taste Being Muslim

Katagori : Muslim Convert News
Oleh : Redaksi 11 Jan 2008 - 4:00 am

Oleh : Al Shahida
penulis rubrik Kabar Dari London

Gadis asal Czeckolovakia yang sebelumnya Katolik ini begitu kaget dan mengaku betapa nikmatnya bisa merasakan Islam. "Lets’s taste being Muslim…”, undangnya

Pengajian mingguan yang aku hadiri tidak seramai biasanya. Agak sunyi. Beberapa hari terakhir memang London tengah diguyur hujan hingga menyebabkan semua kegiatan rutin agak tersendat-sendat. Beberapa peserta banyak yang terkena sakit flue atau alasan lainnya.

Meski banyak yang absen, tapi hari itu ada keistimewaan tersendiri. Tiga diantara peserta yang hadir adalah dua brothers dan satu sister muallaf. (watch Converts to Islam:Islam Sweeping the west! )

Mereka adalah brother Gaffar (Jaffar) alias Gavin yang baru sembilan bulan menjadi Muslim, Jamal alias James dan sister Aisyah, gadis cantik asal Czeckolovakia.

Sebelum mengakhiri pengajian, kami memberi kesempatan kepada sahabat kami, seorang muallaf yang hadir hari itu untuk menyampaikan pendapat serta pengalaman spiritual mereka selama menjadi Muslim.

Mereka masing masing menyampaikan perasaan dan pengalaman mereka selama menjadi Muslim. Tentu pendapatnya masing-masing berbeda. Namun satu yang pasti bahwa mereka tambah yakin akan kebenaran Islam, merasakan satu ketenangan dalam jiwa mereka. Tidak itu saja, Gaffar mengatakan bahwa sejak ia kembali dari umrah Ramadhan lalu, kini ia lebih terbuka dan berterus terang dengan para pegawai, baik tetang dirinya yang sudah Muslim. Kebetulan ia seorang direktur di perusahaannya.

Konon setiap hari, ujarnya, ada saja orang bertanya tentang Islam. Tak hentinya mereka bertanya, kebetulan yang bertanya adalah orang-orang ilmuwan. “I love talking Islam in science percepective,” ujarnya. Begitu juga Jamal dan Aisyah. Maha Besar Allah. Pesan dan kesan mereka membuat kami yang lahir Muslim jadi terpacu dan terpicu untuk meningkatkan keimanan kami. Pengajian ditutup lalu disambung dengan shalat maghrib dan diakhiri dengan makan.

Enam bulan....
Saya mengenal cukup lama dengan Aisyah. Namun baru kali ini berjumpa lagi dengannya, bertepatan saat pengajian. Selama ini, sister Aisyah, begitu saya sering memanggilnya, begitu sibuk dengan kursus Arab-nya (mengaji Al-Quran) selain bekerja tentunya. Kali ini ada ada kesempatan untuk berbincang. Kita memang sudah berjanji untuk bisa berbincang soal perjalanan dan pengalaman spiritualnya menuju Islam. Akhirnya, dengan senang hati ia membolehkan saya untuk menceritakan pengalamannya dalam bentuk tulisan.

“ I let you to write my story, my journey to Islam sis, I hope it will be useful for other”, ujarnya.

Ia nampak lebih anggun hari itu. Percaya dirinya kian bertambah dengan busana Muslimnya yang kaffah serta jilbabnya yang sarat dan memenuhi syariat –padahal subhanllah ia adalah seorang muallaf alias “A new Muslim atau convert” dibanding kita yang lahir Muslim atau 'born a Muslim'.

Kepadaku, ia menceritakan kisahnya. Sebelum jadi Aisyah nama asli nya adalah Yana. Ia datang ke London 3 ahun lalu. Gadis asal Czecklo ini datang di negeri Ratu Elizabeth untuk mengadu peruntungan dan mencari pekerjaan. Baru pertama kali itulah dalam hidupnya ia melihat Muslim. Menurutnya bahwa agama Islam itu agama yang eksotik, maksudnya eksklusif hanya cocok dan melulu untuk orang Arab saja, bukan untuk orang orang Eropa, baik Eropa barat atau timur , seperti dirinya, yang berasal dari Czecklovakia. Ia tahu betul bawa agama resmi dinegeriya adalah agama Kristen.

Sampai suaru hari ia berjumpa dengan seorang lelaki asal Pakistan. “Kami berteman,” ujarnya. Suatu petang mereka bercakap-cakap disuatu warung kopi atau café sambil makan sore. Kami terlibat dengan percakapan soal agama sampai percakapan tentang agama Islam dan Muslim. Diakhir percakapan itu Aisyah mengajukan pertanyaan yang membuatnya terkejut:

“He asked me if I would to convert to Islam. I answered",

“Never! I can’t do something like this. It’s a really crazy idea!".

"Nggak bakalan deh saya melakukan yang begituan. "Wah itu bener bener gila kalau saya masuk Islam, lalu ia bertanya lagi".

“Why?“

“I answered,”Because I like to wear top, T-Shirt and jeans and I like to do sunbathing and swimming and so on and so on....” (Karena saya suka pakai baju blus biasa, T-shirt dan celana jeans, juga saya suka berenang dan berjemur di matahari).

“Saya heran kenapa temanku ini kok aneh banget? Ngajakin saya masuk Islam. Ganti agama?. Ah, yang bener aja, emang gampang?" itulah kira-kira yang ada dibenak Aisyah kala itu.

“Ketika kami berpisah, entah bagaimana si lelaki ini telah meninggalkan suatu kesan di hati saya. Sangat membekas. Cukup dalam. Tak hentinya saya memikirkan percakapan petang itu, baik tentang Islam, Muslim dan permintaan atau pertanyaan dia kalau saya mau masuk Islam. Saya tak paham, lalu saya berkata. "Ah, gila dia," kenang Aisyah.

“Tapi… kenapa lantas saya tak hentinya memikirkan ini. Terus terang hal ini berputar-putar di benak saya. Tak ubahnya seperti korsel. Hati saya dibolak balik seperti juga saya membolak balikan tubuh saya ditempat tidur dimalam itu. Saya tak bisa tidur. Ya, Semalaman!”.

“Uh, rasanya saya tak sabar menanti hari esok, ingin rasanya matahari cepat datang dan terbit. Hmm saya dibuat penasaran oleh dia, si lelaki Pakistan itu. Ia telah membuat saya begitu interest sama agama ini hingga saya berbicara pada diri saya: “Ok it will be interesting to read something about this religion,” saya tertantang jadinya.

“Esoknya saya bergegas ke warnet lalu saya cari situs tentang Islam dalam bahasa Czech tentunya agar mudah saya pahami. Setelah saya baca secepatnya saya memilih artikel: “Posisi Wanita Dalam Islam”…dan betul betul membuat saya terperangah dan bahkan membuatku terpaku. Saya mikir."

“Betapa tingginya peran dan posisi wanita dan berapa banyak haknya Wanita dalam Islam’. Itu kesan pertama saya,” ujarnya.

“Kemudian saya lanjutkan dengan membaca beberapa artikel lainnya. Ia bagai sebuah magis. Kekuatan magnitnya begitu menerpa jantung saya. Kuat sekali. Saya tertarik.”

“Dari yang saya baca saya menyimpulkan betapa agama ini begitu toleran terhadap agama lainnya, tidak memandang suku, ras dan warna dan mengumpamakan bahwa kita ini bersaudara, bagai satu tubuh, mengundang persatuan”.

“Saya kopi-paste artikel ini ke dalam USB, lalu saya print sehingga saya bisa membaca di rumah. Sejak itu saya terus membaca Islam. Ibaratnya saya seperti orang kehausan. Tambah banyak saya membaca Islam, betambah banyak saya ingin tahu. Sampai kepada satu kesimpulan bahwa secara filosofi Islam ini begitu penuh dengan kedamaian dan apapun yang ditawarkan oleh Islam sepertinya serba masuk akal dan sangat fitrah. “Islam is peaceful and every thing makes sense in Islam”, demikian kata Aisyah.

***

Suatu hari, Aisyah mengaku rindu akan keluarganya dan ingin memiliki Al-Quran dengan terjemahan dalam bahasa Czeck yang tidak ia dapatkan di London. Akhirnya ia pulang ke Czeck untuk mengobat rindu kepada keluarga sambil liburan. Di sana ia membeli kitab Al-Quran dalam dengan terjemahan bahasa Czeck. Ia baca kitab suci ini ini berulang-ulang, sungguh ia terpana dibuatnya. Salah satu ayat yang membuatnya terpana adalah ayat di bawah ini:

“The good deed and evil deed cannot be equal. Repel (the evil) with one which is better (i.e. Allah orders the faithful believers to be patient at the time of anger, and excuse those who treat them badly) them verily he, between whom and you there was enmity, (will become) as though he was a close friend.”

(Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS. 41:34))


“Ayat ini telah betul-betul merasuk ke hati saya, sangat dalam”, ujarnya ketika ia membaca ayat 34 surat Fushilat.

Waktu terus berjalan. Kira-kira enam bulan. “Perasaan ini kian menguat bahwa saya ingin sekali mengikuti agama ini," ujar Aisyah.

“Saya kembali ke Czeckoslovakia untuk liburan lagi sambil ingin mengatakan kepada kedua orangtua saya tentang agama Islam yang sedang saya pelajari dan saya cinta. Alhamdulillah, mereka berdua tidak keberatan sama sekali".

"Kok bisa sis, mereka tidak kecewa, marah atau bersedih,” tanyaku. “Well, kami di Czecko, terutama di keluarga sama sekali hampir tidak pernah berbicara soal agama. Ke gerejapun, saya hampir tidak pernah melihat mereka pergi, walaupun mengaku beragama Katolik (Roman Catholic). Kami di Czecko memang di sana rata-rata Katolik," ia menambahkan.

“Atas restu kedua orangtua saya akhirnya saya balik ke London dan mengikrarkan syahadat pada bulan Maret 2006. Ah ternyata tidak susah ya menjadi Muslim, hanya mengucapkan, “ ujarnya.

"ASHHADU ANLA ILAHA ILLA-ALLAH WA ASHHADU ANNA MUHAMMADAN RASULAHH". I witness that is not got except Allah and I witness that Muhammad is messenger of Allah.” (Saya bersaksi tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah)

Sejak bersyahadat Aisyah merasa berbahagia dan mendapatkan ketenangan, dan ia lebih intens belajar Islam serta belajar bahasa Arab. Di akhir pekan ia belajar bahasa Arab (maksudnya belajar mengaji). Meski ngaji nya masih rada alot kedengarannya. Namun ia berupaya keras menghafal surat-surat pendek untuk shalat.

“Islam menurutku, sangat mudah praktis,” ujarnya. “Bahwa Islam itu tidak cuma shalat lima waktu, pake jilbab.. tapi Islam adalah cara hidup atau ‘A way of life..ad-Dien, menurut saya bahwa Islam adalah apa yang kita kerjakan dari pagi hingga petang.”

Niqab Aisyah
Bulan September, enam bulan usadi bersyahadat, Aisyah menggunakan abaya atau baju Muslimah. Sebelumnya, untuk beradaptasi saat pulang ke Czeck dia cuma pake baju biasa. Rok panjang, blous tanpak jilbab. Itupun sudah membuat teman-temam di kampusnya terkejut melihat perubahan itu. Dia potong kukunya pendek dan tidak lagi mengenakan kutek. Saudara sepupunya yang seusia, bahkan sempat marah dan tidak suka saat ia tahu Yana masuk Islam. Bahkan beberapa saat mereka tidak saling menyapa dan bicara.

Lebaran 2006 lalu, saya terkejut. Sebab saya temukan ia memakai niqab (cadar). Lebih terkejut lagi setalah tahu bahwa ia telah melepas cadarnya. “Kenapa dilepas, “ bagitu tanyaku kala itu. Menurut Aisyah, dia tahu itu tidak diwajibkan dan banyak pendapat beberapa imam (scholar) yang berbeda.

Semenjak beralih memeluk Islam, Aisyah sangat rajin belajar agama dan mengaji. Kini, ia memiliki seorang guru asal Pakistan.

“Guru saya seorang Syeikh (baca ustadz), asal Pakistan, mengatakan bahwa Islam itu bukan sebuah agama kekerasan, opresi (opressed) menekan atau pemaksaan, tapi Islam adalah agama pertengahan dan mencari keseimbangan dalam segala aspek di dalam kehidupan kita sehari-hari. Islam bukan agama hanya ibadah ritual saja, bukan pula agama ke-rahiban, atau sebaliknya mencari dunia saja dan melupakan Tuhan atau kematian. Dalam Islam ada waktu untuk menyembah Allah, waktu untuk keluarga, bermain dengan anak-anak, berinteraksi dengan manusia, berbuat kebaikan, bekerja atau studi dan bahkan kita diperintahkan untuk santai. Semua itu adalah ibadah.” Demikian ujarnya.

“Saya tengah meniti menjadi Muslim yang betul-betul akan berada pada tingkatan bahwa saya akan bisa merasakan melihat Allah, walau bukan dengan kasat mata. Artinya apapun yang saya lakukan saya tahu Allah menyaksikan perbuatan saya, saya mengutip ini dari apa yang Rasulullah sampaikan disalah satu hadits.

“Sis, jika ada orang bertanya, seperti apa rasanya menjadi seorang Muslim. Apa yang akan Anda jawab?”, begitu tanya saya pada Aisyah.

“Saya akan menganalogikan seperti makan buah apel deh. Saya akan katakan kepada mereka untuk merasakan buah apel, Anda harus mencicipi dan memakannya sendiri. Di situ Anda akan tahu seperti apa indah dan lezatnya buah apel. Rasa buah apel ini hanya bisa dirasakan dinikmati kalau Anda mau memakannya sendiri."

Sebelum menutup pembicaraan, Aisyah mengundang bagi mereka yang belum tahu rasanya bagaimana menjadi seorang Muslim agar bisa merasakan bagaimana nikmatnya berislam.

"Let’s taste the feeling to be a Muslim", undangnya.

London, 6 Januari 2006

[by Al-Shahida/hidayatullah.com]
KDL : Tidak Ada Kata Terlambat

Katagori : Muslim Convert News
Oleh : Redaksi 01 Jan 2008 - 5:00 am

Oleh : Al Shahida
penulis rubrik Kabar Dari London
imageTidak ada kata terlamat bagi ‘Sarah Quinn’ pensiunan perawat (nurse) tinggal di Middlessex, UK yang mengikrarkan shahadatnya pada bulan Desember tahun 2006, seminggu menjelang ulang tahunnya yang ke 90’.

Rabu 25 Desember 2007 aku menerima ucapan selamat via telefon: ‘ Eid Mubarak sis…’ langsung kujawab’ Thank you and Eid mubarak to you too .’ lalu sambungnya ‘And merry bloody Chirstmast…! ucapnya. Aku sungguh terkejut menerima kata-kata bloody, entah apa maksudnya. Sindirankah?

"Hoosh…why do you say bloody? (bloody artinya sialan, slang. pen) tanyaku.

‘Well.. its true, its bloody christmast?

‘Lho emang kenapa kamu kesel dan sebel nggak ngeraya-in natalan?

“Bukan sis…aku ikutan stress gara-gara krismasan, semua orang dibikin gila, panik, stress & kesurupan, mereka juga begitu agresif. Dimana-mana. Ditoko, disupermarket, dijalanan, semua penuh sesak, macet gara-gara ini, belum lagi yang mabuk..huh. Coba lihat sekarang, akhirnya mereka diam dirumah, merayakan festifal Pagan itu!, ujarnya. ‘Ooh…begitu’ kataku, lalu ia menyelag,

"Jadi nggak sisi datang kerumah kami ? plis deh? Biar rame, biar ibuku seneng ada yang mengunjungi, aku juga undang teman lainnya’ Syerif membujukku untuk datang kerumahnya di Eastcote, Middlessex pada hari libur yang bertepatan pada tanggal 25 Desember pekan lalu.

Sebetulnya aku tidak bermaksud keluar, ingin menyelesaikan semua pekerjaan yang tertunda-tunda. Hebatnya sang brother merayuku kalau ia akan menolongku, menyelesaikan semua yang belum selesai, ujarnya: ‘Bring all your work, laptop, I will help you ,don’t worry” bujuknya.

Akupun berkemas menyiapkan laptop, USB, membawa beberapa draft surat dan laporan. ‘Ooops don’t forget to bring Tiramisu, Mum love it..', pesannya.

Syerif alias Simon yang muallaf Inggris mengatakan bahwa ibunya merasa kesepian, karena biasanya dihari Natalan abangnya John, istri serta anak-anaknya datang merayakan natalan. Namun, karena Ibunya, telah memeluk Islam sejak Desember 2006, maka Natalan ditiadakan dirumahnya. Sementara Syerif ingin sekali membuat bahagia ibunya dengan mengundang kami untuk kumpul dan makan sore.

Ahad lalu Syerif tidak datang ke pengajian karena abangnya John datang berkunjung menjumpai ibunya, ‘ I cant go to the gathering sis because I want to make sure he doesnt give Mum wine..’ ujar Syerif via sms, padahal dia ingin sekali datang. Mereka datang membawa hadiah dan kartu natal untuk ibunya ‘kufikir sudah tradisi, gak bisa di stop sis, kubiarkan saja", ujar Syerif.

Ke Eastcote, Middlessex
Alhamdulilah perjalanan ke Eastcote cuma memakan waktu 1½ jam, kalaupun ada trafik tidak separah dihari-hari kerja. Karena aku lewat London city (atas saran Syerif) banyak kutemui pemandangan yang cukup merepotkan. Dijalanan kutemui beberapa pengendara mobil yang rada riskan, tidak stabil, bahkan sangat pelan sehingga aku sering dikasih lampu besar peringatan oleh pengendara mobil dibelakang. Disuruhnya aku mempercepat mobilku.

Mungkin akibat minuman alkohol yang berlebihan pada malam sebelumny mereka membawa mobil begitu pelannya. Aku hampir menabrak mobil sedan yang tiba-tiba membelokkan mobilnya secara tiba-tiba tanpa memberi sinyal, yang rupanya mau berputar U-turn kekanan. Untung aku sigap melempar si mobil kekiri sehingga kecelakaan terhindar..dengan serta merta kuklakson dengan keras pertanda aku marah dan... maha besar Allah, aku masih terlindungi.

Begitu aku tiba mereka menyambutku. Aku langsung masuk dan nampak bunda Sarah sedang duduk diruang TV. Menyambutku. Kusalami, sekaligus kupeluk hangat si ibu yang sedang menantiku. Lalu kukeluarkan bingkisan kecil, oh beliau nampak sumringah menerima hadiah kecil, Sarah kemdian membuka hadiah itu.

"what is this? tanya beliau,

"Just something little for you..’ kataku.

Hadiah jilbab itu langsung menjadi bentuk segitiga.. ’Shall I put this in your head..? tanyaku. Yes please..’[i] jawabnya.. Subhanllah ia nampak ayu dan entahlah.. Syerif mengambil foto bundanya, klik..klik! si ibu selalu mengucap kata-kata 'cheese' dengan senyum lepas.

[i]“Tapi Mum sudah engga wajib lagi khan pake jilbab, sis?”
tanya Syerif. Aku bilang ‘tidak’ karena beliau sudah lebih dari tujuh puluh, terserah beliau, tapiii, ujarku waktu sholat beliau wajib metutup kepalanya. Syerif meng-iyakan. Saat kami sholat, si ibu hanya duduk di sofa, menggerakan tangannya sambil berusaha mengucap lafadz ‘Allahu Akbar’ kami sholat dzuhur berjama'ah.

Berkelakar
Syerif mau meyakinkan ibunya tentang natalia menggoda ’Mother remember no chrismast today…’ si ibu menirukan, sambil menggelengkan kepalanya ’no Chrismas today, I know that Simon’ (ia masih memanggil Simon) . ‘You are not worried about Chrismast dinner either, are you mother? kelakarnya lagi. ‘No.. I am not hungry, anyway..’ jawab sang ibu. Akhirnya Syerif kedapur membuat teh untuk kita semua. ‘

Tahun ini ‘Sarah Quinn’ demikian nama lengkapnya tepat memeluk agama Islam dua tahun. Tepatnya pada tanggal 3 Desember 2006 (12 Dzul QAIDAH 1427) sepekan sebelum ulang tahunnya yang ke 90. Aku ingat setahun lalu Syerif menelfonku, dengan gembiranya ia mengatakan bahwa ibuny sudah resmi bershahadat di Masjid Agung Regent Park Mosque, London , dan kamipun menyampaikan rasa bahagia ini lewat telefon, email atau sms. Kami semua berdoa dan mengucapkan selama untuk bunda Sarah Quinn.

Pertama kali menemukan Islam
Dengan agak terbata-bata, maklum sudah lanjut usianya beliau bertutur bagaimana ia tertarik dengan Islam. Menurutnya pertama kali ia temukan Islam saat ia pergi mengunjungi anaknya Simon yang kini menjadi Syerif di Middle East. ‘Sepuluh tahun lalu’, imbuh Syerif.

“Saya dibesarkan dan dididik dengan cara Katollik dan selalu pergi ke gereja secara teratur. Saya tidak pernah berfikir banyak tentang agama saya, juga saya tidak pernah bertanya apa-apa pokoknya saya terima apa adanya, dan penuh. Di Irlandia cuma ada dua pilihan yakni agama Katolik atau Protestan. Itu saja. Tidak ada yang lain’ paparnya.

“Jadi memang saya termasuk yang patuh dan nurut, tidak pernah bertanya macam-macam, apalagi kritis dengan agama Katolik saya, walaupun ada satu hal yang membuat saya heran dan tidak paham dan selalu bertanya-tanya misalnya kenapa Pendeta di Katolik tidak boleh menikah?”. Itupun baru muncul dibenak saya akhir-akhir ini saja.

“Soal Yesus..saya selalu percaya bahwa Yesus adalah seorang nabi, dan saya selalu percaya bahwa hanya ada satu Tuhan. Terus terang saya tidak pernah paham Triniti tapi juga tidak pernah merisaukan saya”, tegasnya lagi.

“Selama saya di Oman dimana anak saya Simon bekerja, disitulah saya temukan ada agama lain selain Katolik dan Protestan. Disana saya berjumpa dengan berbagai Muslim yang begitu ramah, baik, dan selalu menyambut hangat akan kedatangann saya.” kenangnya.

“Waktu itu saya tidak berfikir tentang Islam sama sekali”, ujar ibu Sarah sambil membenahi jilbabnya kebelakang, ‘…tapi saya betul-betul meresapi (absorbed) suasana yang begitu hangat, tenang dan penuh kedamaian yang akhirnya mungkin membuat saya mulai berfikir tentang Islam secara perlahan dan tanpa saya sadari.”

“Syerif memang sudah masuk Islam lebih dulu. Saya cermati memang ada perubahan, misalnya dia tidak minum alcohol dan tidak lagi mau makan bacon. Namun yang lebih menonjol lagi ko anak ini lebih santun dan perhatian sama orang tua’ demikain ibu Sarah menjelaskan tentang anaknya Syerif.

“Saya senang membaca, dia selalu membelikan saya buku-buku tentang Islam, yang mudah dipahami sehingga pengetahuan saya tentang Islam jadi bertambah, terutama beberapa tahun terakhir ini"

"Saya sendiri tidak tahu bagaimana saya bisa jadi Muslim dan memeluk agama ini. Selain membaca, kami selalu bercakap-cakap dan diskusi mengenai Islam, saya kira inilah kontribusi Syerif walau dia tidak pernah memaksa saya”.

“Namun…tambahnya lagi ‘ Satu yang sangat saya suka dan sangat beruntung, anak saya ini begitu peduli mengurus dan menjaga saya, pada usia yang renta ini. Saya khan sudah tambah tua dan tidak begitu sehat. Mungkin dia banyak belajar dari Al-Quran dan Islam bagaimana sebaiknya sikap anak terhadap orang tuanya”.

Rupanya hal positif yang ia saksikan dan rasakan membuat perasaan ibu Sarah betul-betul ingin memeluk agama Islam. Setelah difikir lama dan dipertimbangkan akhirnya bunda Sarah memutuskan untuk memeluk agama baru ini dan ia mengatakan bahwa Islam adalah agama fitrah, lurus dan tepat untuknya.

“ Islam membuat saya merasa damai dan tenang’ bunda Sarah mengutarakan kesannya. Beliau mengatakan bahwa mereka (Muslim) kelihatannya bahagia, tenang dengan kehidupan mereka walaupun kalau diukur secara materi kurang memadai, karena mereka tahu siapa Tuhannya dan percaya ada hari pembalasan.

“Itu lho teman-temannya Simo, langsung menyambut dan menerima saya dengan hangat dan mereka semua tahu kalau saya masuk Islam dengan ikhlas dan tidak pura-pura, bukan karena pengaruh orang lain dan ini atas kehendak saya sendiri” sesekali saya pegang tangannya yang lembut, halus tapi dingin dan begitu rapih bentuk kukunya.

Bunda Sarah mengakui bahwa pengalamannya berkunjung ke Middle East telah berperan banyak ditambah percakapan dengan anaknya Syerif yang telah dengan sabarnya membimbing dan meyakinkan beliau tentang Islam. Ibu Sarah mengakui bahwa ketika ia memutuskan untuk masuk Islam ia tidak dipengaruhi oleh siapapun. “I made up my mind’ ujarnya.

Tambahnya lagi : “Bayangkan my dear, seumur hidup saya menganut dan penganut Katolik..eh sekarang saya memeluk agama Islam, kadang saya bertanya bagaimana ko saya bisa jadi Muslim?. Ini merupakan tantangan baru untuk tahun yang baru untuk saya sebagai seorang Muslim yang baru. Alhamdulilllah, Allah masih memberi peluang kepada saya untuk menjadi hambaNya mengakui bahwa hanya Satu, bukan tiga, yaitu Allah serta pengikut Nabi Muhamda saw, padahal jarak ke kuburan untuk saya tinggal beberapa jengkal saja, bukan?. [i]‘Its never too late to change my religion’ . Tidak ada kata terlambat untuk berganti agama, walau saya sudah tua’. [/i]

Acara Ber-Lebaran dirumah
Percakapan kami sudahi, tak lama penganan siap dihidang bertepatan dengan kedatangan teman karib Syerif yakni Mizan, Khalid dan Mahmoud. Kamipun duduk menikmati makan sore, ' A High Tea atau Supper' berupa Moussaka, makanan ala Yunani, lengkap dengan nasi, salad, ditutup dengan non alkohol Tiramissu, cuci mulut ala Italy, home-made dan ditutup dengan kopi atau teh. (Al Shahida)

London, 30 December 2007
http://swaramuslim.com/islam/more.php?id=5484_0_4_0_M

Akhirnya James(Zakariyya) Berikar

Katagori : Muslim Convert News
Oleh : Redaksi 18 Dec 2007 - 3:00 pm

Oleh : Al Shahida
penulis rubrik Kabar Dari London
image"James yang kini namanya Zakariyya mengakui bahwa perjalanan menuju Islam ini cukup lama baginya, ‘sepuluh tahun’ dari sejak ia berkenalan dengan teman-teman Muslim ditempat kerjanya hingga ia bershahadat. Ia tak paham dan agak menyesali kenapa harus begitu lama ...?.

Disuatu petang Zakariyya datang memenuhi janjinya untuk memasang printer dan scanner dirumaku. Ditemani teh hangat ala Inggris, saya bertanya pada sahabat muallaf, yang begitu baik menolongku untuk urusan komputer dari virus sekaligus memasang scanner printer yang baru saja kubeli dari dikedai PCWorld Bromley. ‘Bagaimana perasaan kamu pada bulan Desember ini? Apakah suasana Natalan tahu ini masih ada pengaruh pada dirimu? tanya saya pada James alias Zakariyya.

‘Ada juga sih tapi justru sangat kontradiktif', jawabnya. ‘Saya bahagia banget kali ini, tapi bukan bahagia karena natalan, malah sebaliknya, saya merasa senang dan bahagia banget karena…’! ujarnya diringi senyum, sambil berlari kearah komputer’ oops bentar saya cek dulu si komputer, ‘ ok, ayo lanjut kenapa ko sampe segitu senengnya?’ tanyaku penasaran.

Well I am happy because I can get away this time, completely’ ia begitu cerianya. Lanjutnya lagi,’ No celebration, no pressure to buy presents, nor alcohol either, I am really free and this this the first time ever… I don’t celebrate christmas in my life !. Ia merasa terbebaskan dari semua tekanan perayaan natalan, menurutnya.

Ia bercerita bahwa tahun lalu, walau ia sudah segan dan wegah merayakan natalan namun karena James masih bercabang fikirannya antara menghormati orang tuanya dan keraguan terhadap agamanya, namun karena ia masih ingin menghormati kebiasan dan tradisi keluarganya ia masih merayakan natalan. Artinya datang berkumpul, merayakan dan menikmati makanan tradisi natalan.

Hampir setiap keluarga di Inggris, menurutnya, mempercayai bahwa ini bukan perayaaan keagaam Kristen tapi melulu acara tradisi budaya Eropa yang dilakukan ratusan tahun, yakni acara keluarga berkumpul yang cuma terjadi sekali setahun. Sekarang sudah banyak ditemukan kalau ini tradisi Pagan yang menyembah matahari, merayakan malam terpanjang dan sebagainya. Di Inggris rata-rata disaat berkumpul mereka menghidangkan masakan ayam kalkun yang di panggang dalam oven lengkap dengan sayur mayur dan ditutup dengan krismas puding yang begitu berat, plus ditambah makanan lainnya dan tak lupa ditemani alkohol dan puncak nya dari acara ini tentunya membagikan hadiah bagi keluarga..demikian ia bertutur.

Lalu katanya lagi:’ Ingat tidak sis dua pekan lalu, saya pergi mengunjungi ibu saya di utara Inggris sana, beliau kan ulang tahun yang ke 70. Disitu saya bilang kepada kedua orang tua saya bahwa tahun ini saya tidak akan datang ikutan merayakan natalan. ‘So don’t worry about chrismast pudding and Turkey Mum I just would not join the christmast this time ’ ujarnya. ‘ ‘.. alhmdulillahh mereka paham dan menghargai keputusan saya’ tukasnya.

‘Sebetulnya mereka membujuk saya untuk datang dan berkumpul dengan adik dan kakak serta para ponakan’ paparnya, ‘tapi…’ tambahnya lagi’ ibu saya khan tidak akan bisa dan tahu memasak daging atau ayam halal, lagian walaupun ini bukan acara ritual atau relijius, kalau saya hadir berarti saya merestui perayaan pagan mereka, iya engga sis? ‘Betul juga sih..belum lagi nanti pada minum alcoohol, kamu menonton mereka dan mereka akan mentertawakan kamu engga minum’, tambahku. Aku menyetujui. ‘Lalu bagaimana reaksi mereka tanyaku. ‘Well, masya Allah, mereka menyambut baik, memahami , menghargai keputusanku dan bahkan cukup supportif, dan mereka tahu ko sekarang saya muslim dan saya tunjukan sajadah, hmm bahkan saya bisa sholat dirumah ibuku..’ Alhamdulillah kataku. Well, begitulah, pokoknya saya seneng bisa lepas dari beban ini dan yang penting ibu dan ayah saya tidak kecewa atau bersedih…’

Jadi mau ngapain atau mau kemana dihari natal nanti? Aku bertanya penasaran ‘ Oh..saya sudah booking tiket tgl 20 Desember ini, mau kabur ke Spanyol, dengan teman muslim saya, pingin lihat Alhambra dan sejarah peninggalan Islam di Spanyol, ujarnya.

‘Lantas kedua anak remajamu gimana ? . ‘Mereka sama ibunya dan neneknya. ‘Biarkan tahun ini anak-anak sama ibu mereka, merayakan natal’ ujarnya,’nanti kalau saya sudah punya rumah sendiri saya ajak anak saya pindah kerumahku, and hey will follow me…’ sambil ia tertawa lebar, seakan yakin kalau anaknya akan mengikuti jejak ayahnya.

Demikian cerita brother Zakariyya yang menyampaikan rasa leganya karena dia telah mampu memberikan pemahaman kepada kedua orangtuanya serta kedua anaknya bahwa tahun ini betu-betul tidak akan merayakan natalan.

Pertemuan Pertama
Saya ingat.. suatu Ahad, saat saya berjumpa pertama kali dengannya James dipengajian ‘StepstoAllah, di Islington, London utara. James saat itu belum Muslim, ia masih mencari-cari dan meyakinkan dirinya. Entah bagaimana saat pengajian usai, James berbisik kepada Hilaal ‘ I think now I would like to take shahadah…I like to do it in the mosque, what do you think?’ dengan serta merta Hilaal menyambutnya dan langsung memaklmuatkan keinginan James ini, kamipun terkejut, sekaligus terharu mendengarnya.

Dia pamit dan bergegas hendak pulang namun sempat saya jegat, langsung, saya panggil brother walau James belum resmi Muslim, ’ Brother are sure you want to be Muslim? Tanyaku, ‘ Well….hmm yesss’ begitu gaya James berbicara dengan santun dan pelan. ‘Are you sure though? Cant you see how media always expose us as a very bad and extreemist and yet you want to become Muslim ?’ saya cuma ingin mengetes keyakinan James. ‘Does not that put you off? tambahku lagi. Saya bombardir James dengan banyak pertanyaan.

Yes sister I know that but.. mmm I am very positif and sure about it, especially today, I have thought about this for quite long time. It does not bother me what media say. I don’t trust them. In fact its bit too long for me to decide’ tegasnya..’..but today Im more confident’ ia meyakinkan dirinya. Demikian James menambahkan bahwa mestinya ia sudah lama bershahadat dan masuk Islam namun ia terlalu banyak pertimbangan.‘ I am a very slow to decide’ ujarnya lagi. Akhirnya saya katakan padanya bahwa kami akan bantu dan support dia dalam banyak hal. Dari sejak itu Jamespun ikutan jadi anggota milis pengajian sehingga ia merasa kerasan, nyaman dan bisa komunikasi lewat email.

Bersyahadat di Masjid…
Akhrinya James mengumumkan sekalgus mengundang kami lewat email rencana untuk melakukan shahadat ini. Pada hari yang direncanakan kami ke Masjid. Disuatu hari Sabtu, dimusim panas tahun 2007 kami bersiap-siap untuk hadir pada acara penting ini. Hilaal mengatakan bahwa acaranya usai/ba’da dzuhur. Siang itu kukebut si maroon Reynold dengan kecepatan lumayan, dibagasi mobilku ada sepinggan besar Cheese cake, lengkap, serta beberapa piring kecil dan sendok plastik, sekedar untuk tasyakuran atau syukuran atau ‘celebration’ istilah lainnya.

Syukur ada tempat untuk parkir, langsung keruang lantai paling bawah (basement) Masjid Regent Park, London. Nampak beberapa orang yang saya yakin teman-temannya James yang datang menghadiri untuk menyaksikan acara ini, beberapa teman dari pengajian mingguan kamipun hadir. James hari itu mengenakan baju kemeja Koko ala Pakistan (kemeja sepanjang lutut), berwarna putih. Ia nampak tenang, begitu ia melihatku ia menyambutku dan menyapa ‘Asalamualaiakum sister, thank you’. Akhirnya kami semua duduk lesehan ditikar rafia plastik menunggu kedatangaan pak Imam.

Tibalah pak Imam yang berasal dari Mesir, beliau menyalami James. Mereka duduk berdekatan, nampaknya pak Imam tengah memberikan arahan sebelum pengikraran dimulai. Kami mendengarkan dan menyaksikan dengan penuh khidmat. Semua perhatian terarah kepada mereka berdua, akhirnya tibalah saat yang dinantikan:

Brother follow me: …La ilaha ilallah….’ Ujar pak Imam, dan Jamespun berupaya menirukan ‘La ilha ilallahilallah..’ dengan pelan dan susahnya ia mengikuti pak Imam, …’ Muhammad dar Rasulullah….’ Dan Jamespun melengkapinya…’ ia mengulangnya untuk lebih afdhol. Whhuuus. nampak James terseyum riang lalu disalami oleh imam dan dipeluknya. ‘Alhamdulillah… you are Muslim now, all these brothers and sisters are witnessing you, so the angels in this room.’ ujarnya. Kami bertakbir, pelan sekali.

Pak Imam berdiri meninggalkan kami semua, karena beliau harus memenuhi janji lainnya. Lalu kami datang mendekat James mengucapkan selamat kepadanya ’Well Done, congratulation, Mabruk…hmmm mereka yang lelaki berjabat tangan dan berpelukan, tentunya, saya sibuk menjepret dengan sang digital. Aku menyaksikan penuh haru dan entahlah, akhirnya kami yang wanita atau sister dapat giliran untuk mengucapkan selamat dan hanya dengan isyarat saja. karena kami tidak bersalaman. Lalu foto bersama. Usai itu kami ke kantin untuk bertasyakur,’ lets go to cantin to celebarte..’ undangnya.

Kami pesan minuman hangat teh atau kopi, beberapa orang pesan makan siang, karena mungkin belum makan. Kamipun duduk dengan bahagianya Saya memilih duduk dekatnya agar bisa lebih banyak berbincang. ‘How do you feel now brother? tanyaku ‘Its great…alhamdulillah I feel so happy now feel just relief and its done!’ jawabnya. Tiba-tiba ia mengatakan ‘ brothers and sisters…thank you for your coming, your are very supportive and really appreciate it’, ujarnya. ‘I have chosen a Muslim name so call me from now ‘Zakariyya..no more James, please. Kami bertepuk tangan kecil.

Hadiah untuk brother Zakaria berdatangan. Ada yang memberi kitab Al-Quran, buku tentang Islam, sajadah dll-nya. Kerlip lampu camera bergantian mengabadikan peristiwa penting ini. Akhirnya kami menikmati minuman dan makanan kecil berupa cheese cake. Ia tak hentinya menyampaikan terima kasih yang tak terhingga, ia merasakan seperti mendapatkan keluarga baru. ‘New family’, Acara tasyakuranpun selessai, kami pulang.

Minggu depan kami berjumpa lagi dengan Zakariyya dipengajian. Lalu saya tanya bagaimana perasaan dia sejak ia menjadi Muslim. Konon ia merasa bahagia dan sepertinya saya betul-betul sudah muslim begitu lama, padahal baru seminggu.

Saat makan siang James turun kedapur lalu ia berbincang lagi tentang dirinya, tiba-tiba seorang ukhti muncul, lalu saya kenalkan. Ia bersegera mengeluarkan dompetnya lalu mencari secarik kertas dengan tulisan ‘ Zakriyya’. ‘I am trying to remember my new name..’ ujarnya, santun sekali ‘Yes my namae is Zakariyya with two wai (maksudnya y) ..’ ia memperkenalkan diri pada Nadia. Di sms dia menyingkat menjadi Zak, atau bro Zak..kadang lebih menyingkatnya menjadi initial Z. Itulah sekilas mengenai brother Zakariyya.

Ramadhan pertama
Ramadahn tahun 2007 adalah merupakan tahun pertama bagi brother kita ini melakukan shaum atau puasa dan baginya shaum merupakan pengalaman spiritual yang luar biasa, walau katanya pada dua hari pertama ia rasakan amat berat. Dan ia bisa memahami seperti apa laparnya, mereka orang-orang miskin yang papa yang tak mampu membeli makan, sedang secara fisik ia merasakan pembersihan racun-racun yang bersemayam ditubuhnya. ‘I really enjoyed fasting , it is like de-toxed your body, and I felt so light on the third week’ kesannya.

Awalnya ia berminat pada Islam
Brother Zakariyya menghitung dan mengenang kembali bahwa sejak pertama kali ia menyentuh dan membaca Al-Quran sampai saya bershahadat sudah berjalan 16 bulan. Tapi ko rasanya seakan saya sudah berIslam dan menjadi Muslim seumur hidup. Ia menafsirkan kalau begitu secara fitrah saya sudah Muslim, karena dari dulu saya tidak pernah yakin tentang ajaran yang saya anut sebelumnya.

Zakaria bertutur bahwa: Orang tuanya beragama Kristen tapi hampir tidak mempraktekan agamanya dan tidak ke gereja (they are not church goer). Saya selalu mengalami kesulitan menerima ajaran kristen….’ kenangnya.’ Begitu banyak doktrin yang tidak mudah dicerna dan diterima oleh logika, tambahnya lagi. Hal ini telah menyisakan perasaan dan jiwa saya yang kosong (emptiness) bahkan saya merasakan secara fisikpun sepertinya diri ini tak punya arti apa-apa. Ruang yang luas dan besar itu sepertinya betul-betul hampa untuk saya. Agama Kristen mengakui bahwa bahwa adanya Tuhan, maha Pencipta tapi saya merasakan sesuatu yang tidak nyaman dengan agama ini, ada sesuatu yang mengganjal dan saat itu saya tidak tahu apa.

Kemudian tambahnya lagi, ‘Saya berkenalan dengan seorang muslim sepuluh tahun lalu, seseorang yang setia dan tetap menjadi teman baik saya. Saya memiliki juga beberapa teman Muslim yang selalu membuat saya terkesan dengan kebaikan, dan ketenangan teman Muslim ini. Mereka sangat rendah hati, santun dan kemanusiawiannya sangat menonjol. Mereka selalu siap menolong, dan selalu siap menjawab semua pertanyaan saya tentang Islam. Terus terang saja bahwa saya tidak pernah terlintas dan terfikir bahwa saya akan menjadi pemeluk Islam. Ini luar biasa.!, ujarnya.

Pada musim semi tahun 2006, lanjutnya lagi, saya berjumpa seseorang yang memberi saya inspirasi untuk menjamah Al-Quran dan membacanya. Kebetulan saya tinggal dengan teman baik saya ini , dan hingga kini kami masih sahabat. Nah untuk menyentuh dan mengambil kitab Al-quran itu sebetulnya tidak susah dan tidak memerlukan waktu dan tenaga banyak yang mesti saya lakukan. Saya tinggal berjalan dari sofa ke rak buku yang cuma beberapa langkah untuk mendapatkan Al-Quran, mengambil kitab itu dan membacanya.

Terjemahan pertama yang saya baca adalah yang dipublikasi oleh Penguin Books. Menurut saya ini bukan sebuah translasi yang terbaik, karena setelah saya cermati si penerjemah cenderung untuk menafsikan semaunya dan tidak menerjemahkan secara benar atau dan tidak jujur tentang kebenaran. Perasaan saya mengatakan seperti itu. Namun ada satu hal yang baik dari penerjemah bahwa ia menyarankan untuk membaca surat-surat pendek dulu sebagai pemula dan permulaan karena surat lainya yang panjang itu sangat kompleks. Ayat 55 dari surat Ar Rahman dan ayat-ayat pada surat-surat At-Takwir (surat 81) itu saya kaitkan dan kesimpulan yang saya mabil membuat saya termangu dan dan merenung yang membuat saya begitu takjub dengan Al-quran dan agama Islam...

‘Saya ingat waktu pertama kali saya membaca Al-Quran, saya merasakan getaran dan dorongan kuat dihati saya. Oh, ingin rasanya saya masuk Islam seketika. Agama Islam dan Al-Qur'an menawarkan ajaran yang sangat alami, mudah dipahami dan diterima dan dicerna oleh logika dan hati sedang didalam Al-Quran juga banyak menceritakan kisah-kisah dan kehidapan para Rasul dahulu. Semua ajarannya seakan pas dengan kehidupan saya dan yang saya yakini. Al-Quran layaknya seperti keping-kepingan puzzle yang berserakan namun bisa digabung dan disatukan dan anehnya kepingan yang berserakan dan berbagai bentuk itu bisa disatukan dan menjadi sebuah gambar atau lukisan. Jelas, terang dan komprehensif. Saya melihatnya seperti itu, kata James.

Dalam waktu 2 bulan saya selesai membafa Al-Quran. Pada saat saya selesai membaca Alquran saya katakan kepada teman-teman Muslim dan keluarga tentang ‘Penemuan Baru’ saya ini, lalu saya katakan kepada mereka bahwa saya ingin masuk Islam dan sekaligus saya katakan alasannya mengapa. Saya katakan kepada mereka bagaimana dan apa itu Islam, juga makna untuk umum serta untuk kehidupan pribadi saya. Alhamdulillah keluarga saya mendukung dan paham akan perasaan saya.

Cukup banyak buku-buku dan literatur yang harus saya baca seperti: Kehidupan Muhammad saw yang ditulis oleh Martin Lings dan beberapa buku yang ditulis oleh para muallaf (reverts). Saat ini saya sudah memulai membaca terjemahan Al-Quran lainnya dan membaca buku-buku Sejarah Rasulullah, Nabi Muhammad saw dari beberapa dimensi sambil mengunjungi beberapa mesjid disekitar London dengan beberapa teman, sekaligus mempraktekan sholat saya. Sekali seminggu, pulang bekerja saya belajar bahasa Arab ‘Arabic lesson’ (catatan penulis maksudnya belajar membaca Al-Quran dengan IQRO yang diajar oleh brother Hilaal) .

‘Pada detik-detik saya akan melakukan shahadat saya berbicara lagi pada orang tua saya, sekedar meyakinkan dan mereka mengatakan bahwa mereka tetap tidak keberatan dan akan mendukung saya. Satu hal yang saya tidak bisa pahami ‘kenapa keseluruhan proses ini begitu memakan waktu lama?’

Dibawah ini merupakan ayat dan surat favorite saya yang begitu kuat memberi saya inspriasi dan kekuatan hingga akhirnya saya berani berikrar untuk bershahadat:
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus , yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS An-Nur:35)

http://swaramuslim.com/islam/more.php?id=5482_0_4_0_M

Kebenaran konsep Ilmiah Nyeri dalam Al-Qur'an

Katagori : Journey to Islam
Oleh : Redaksi 21 Feb 2008 - 12:30 am

Oleh : dr. Ade Hashman
imageAl-Qur’an memberikan ilustrasi bahwa bentuk siksaan kepada orang-orang yang durhaka berupa derita sangat pedih yang diakibatkan luka bakar dikulit.
(إنَّ الذٌينّ كّفّرٍوا بٌآيّاتٌنّا سّوًفّ نصليهم نّارْا كٍلَّمّا نّضٌجّتً جلودهم بدلناهم جلوداَ غيرها ليذوقوا العّذّابّ إنَّ اللَّهّ كّانّ عّزٌيزْا حّكٌيمْا ) (النساء56).

Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS 4:56.).

Professor Tejatat Tejasen is the Chairman of the Department of Anatomy pada Chiang Mai University, Chiang Mai, Thailand masuk Islam setelah baca ayat diatas...

Menarik ditinjau dari perspektif kedokteran mengapa penyebutan kulit dikaitkan dengan sensasi nyeri yang diderita para penghuni api jahanam itu.

Menurut defenisi IASP (International Association for the Study of Pain) 1979, nyeri didefenisikan sebagai sensori (rasa indrawi) dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi rusak, atau tergambarkan seperti itu. Menyitir salah satu defenisi tersebut, proses yang obyektif nyata yang terjadi bila nyeri muncul adalah akibat kerusakan jaringan.

Kerusakan ini bisa disebabkan pelbagai faktor (trauma fisik, trauma kimiawi trauma thermis dll).

AKHIR UJUNG SYARAF BEBAS
Mungkin secara awam, orang banyak menduga bahwa seluruh bagian tubuh kita sensitif terhadap perasaan nyeri, ternyata setelah ilmu anatomi dan fisiologi berkembang; dugaan seperti itu tidak benar sama sekali. Ada bagian-bagian tertentu dalam tubuh kita yang berperan spesifik untuk merespons atau mengantar sensasi nyeri, yakni ujung syaraf bebas. Dan ternyata tidak semua ujung-ujung syaraf berperan sebagai sarana pengangkut sensasi nyeri, ternyata kini diketahui hanya 2 tipe serabut syaraf yang berperan sebagai pengangkut nyeri yakni syaraf C dan A (delta).

Ujung akhiran syaraf (NERVE ENDING) penghantar nyeri tersebut secara histologis “hanya terdapat pada lapisan kulit (dermis) saja !”.

Bila dokter mau melakukan sebuah sayatan bedah, maka dokter biasanya menyuntikkan obat blok terhadap syaraf tersebut (anestetik local) hal itu dimaksudkan agar signal nyeri akibat kerusakan jaringan tidak diteruskan ke sentral sehingga pasien yang tengah diiris, dipotong, disayat jaringan tubuhnya tidak merasa sakit sama sekali. Dan agar diketahui, sensasi sakit tersebut hanya ada pada lapisan kulit saja (otot, lapisan lemak tidak menyebabkan sensasi sakit sama sekali bila dilukai).

Itulah mengapa Qur’an mengatakan ”Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab....”

SEMPURNANYA LUKA BAKAR
Diantara semua bentuk musibah fisik yang dialami manusia, boleh dibilang kecelakaan akibat luka bakar merupakan musibah yang paling sial dari semua musibah-musibah yang ada dimuka bumi. Komplikasi akibat luka bakar sangat kompleks (dari ujung rambut hingga ujung kaki) dan sukar ditangani, biasanya pasien-pasien yang menderita luka bakar dengan prosentasi yang tinggi akan meninggal dunia, sukar memanage korban luka bakar.

Mulai dari, pembengkakan pada daerah orofarings, intoksikasi karbon, dehidrasi berat, asidosis, ancaman gagal ginjal, kebocoran kapiler diseluruh tubuh, hingga ancaman sepsis berat akibat infeksi.... semua model symptom menakutkan dan mematikan ada dalam korban ”luka bakar”,

Pantas bila Qur’an menyebut ”pembakaran” adalah model siksaan yang paling pedih, bukan model-model lain seperti (pentungan, pukulan...dsb)

- http://www.quranicstudies.com/printout73.html
- http://www.islam-guide.com/video/tejasen-1-56k.smi
- http://swaramuslim.com/islam/more.php?id=5499_0_4_0_M

Direktur Itu Bersyahadat

KDNY

Katagori : Muslim Convert News
Oleh : Redaksi 05 Jan 2008 - 8:00 pm

KDNY (Kabar Dari New York):
imageimageAkhirnya, ”wanita menyebalkan” dengan tertawanya yang lepas dan bersuara keras itu mengucapkan dua kalimah syahadat dan memeluk Islam.

Ketika pertama kali mengikuti kelas the Islamic Forum, wanita ini cukup menyebalkan sebagian peserta. Pasalnya, orangnya seringkali tertawa lepas, bersuara keras dan terkadang dalam mengekpresikan dirinya secara blak-blakan. Bahkan tidak jarang di tengah-tengah keseriusan belajar atau berdiskusi dia tertawa terbahak. Hal ini tentunya bagi sebagian peserta dianggap kurang sopan. Theresa, demikian dia mengenalkan dirinya, sangat kritis dan agresif dalam menyampaikan pandangan-pandangannya. “From what I’ve learned I do believe Islam is the best religion”, katanya suatu ketika. (watch 1.5 million Americans converted to ISLAM in USA )

but why women can not express themselves freely as men?, lanjutnya.

Dalam sebuah diskusi tentang takdir dan bencana alam, tiba-tiba Theresa menyelah “wait..wait…what? I don’t think God will allow people to suffer”. Ternyata maksud Theresa adalah bahwa Allah itu Maha Penyayang dan tidak mungkin akan menjadikan hamba-hambaNya menderita. Dia menjelaskan bahwa tidak mungkin bisa disatukan antara sifat Allah Yang Maha Pemurah dan penyayang dan bencana alam yang terjadi di berbagai tempat.

Biasanya saya memang tidak terlalu merespon secara serius terhadap pertanyaan atau pernyataan si Theresa tersebut. Saya tahu bahwa dia memang memiliki kepribadian yang lugas dan apa adanya, dan sangat cenderung untuk merasionalisasi segala hal. Belakangan saya tahu bahwa Theresa dengan nama akhir (last name) Gordon, ternyata adalah direktur sebuah rumah sakit swasta di Manhattan. Kedudukannya itu menjadikannya cukup percaya diri dan berani dalam mengekspresikan dirinya.

Namun dalam tiga minggu sebelum Ramadan lalu, terjadi perubahan drastis pada sikap dan cara bertutur kata Theresa. Kalau biasanya tertawa terbahak apa adanya, dan bahkan tidak ragu-ragu memotong pembicaraan atau penjelasan-penjelasan saya dalam diskusi-diskusi di kelas, kini dia nampak lebih kalem dan sopan. Hingga suatu ketika dia bertanya: “Is it true that Islam does not allow the women to laugh loudly?” Saya mencoba menjelaskan kepadanya: “It depends on its context” jawabku.

“Some women or people laugh loudly for no reasons but an expression of bad attitude. But some others do laugh because that is their nature”, jelasku.

Maksud saya dalam penjelasan tersebut, jangan-jangan Theresa sering tertawa keras dan apa adanya memang karena tabiatnya. Bukan karena prilaku yang salah. Kalau memang itu sudah menjadi bagian dari tabiatnya, tentu tidak mudah merubahanya. Sehingga kalau saya terfokus kepada masalah ketawa, jangan-jangan dia terpental dan lari dari keinginannya untuk belajar Islam.

Suatu hari Theresa meminta waktu kepada saya setelah kelas. Menurutnya ada sesuatu yang ingin didiskusikan. Setelah kelas usai saya tetap di tempat bersama Theresa. “I am sorry Imam” katanya. “Why and what is the reason for the apology?”, tanyaku. “I think I’ve been impolite in the class in the past”, katanya seraya menunduk. “Sister Theresa, I have been teaching in this class for almost 7 years. Alhamdulillah, I’ve received many people with many backgrounds. Some people are very quite and some others are the opposite”, jelasku. “But I always keep in mind that people have different ways of understanding things and different ways of expressing things”, lanjutku.

Saya kemudian menjelaskan kepadanya karakter manusia dengan merujuk kepada para sahabat sebagai contoh. Di antara sahabat-sahabat agung Rasulullah SAW ada Abu Bakar yang lembut dan bijak, tapi juga ada Umar yang tegas dan penuh semangat. Ada Utsman yang juga lembut dan sangat bersikap dewasa, tapi juga ada Ali yang muda tapi tajam dalam pandangan-pandangannya. “Even between themselves, they often involved in serious disagreement”, kataku. Tapi mereka salaing mamahami dan saling menghormati dalam menyikapi perbedaan-perbedaan yang ada.

“Do you think I will be able to change?”, tanyanya lagi. Saya berusaha menjelaskan bahwa memang ada hal-hal yang perlu dirubah dari cara bersikap dan bertutur kata, dan itu adalah bagian esensial dari ajaran agama Islam. Tapi di sisi lain, saya ingin menyampaikan bahwa dalam melakukan semua hal dalam Islam harus ada pertimbangan prioritas. “I am sure, one day when you decide to be a Muslim, you will do so”, motivasi saya. “But don’t expect to change in one day”, lanjutku.

Hampir sejam kami berdialog dengan Theresa. Ternyata umurnya sudah mencapai kepala 4. Bahkan Theresa adalah seorang janda beranak satu wanita dan sudah menginjak remaja.

Hari-hari Theresa memang sibuk Sebagai direktur rumah sakit di kota besar seperti Manhattan, tentu memerlukan kerja keras dan pengabdian yang besar. Tapi hal itu tidak menjadikan Theresa surut dari belajar Islam. Setiap hari Sabtu pasti disempatkan datang walaupun terlambat atau hanyak untuk sebagian waktu belajar.

Sekitar dua minggu sebelum Idul Adha, Theresa datang ke kelas sedikit lebih awal dan nampak berpakaian rapih. Selama ini biasanya berkerudung untuk sekedar memenuhi peraturan mesjid, tapi hari itu nampak berpakaian Muslimah dengan rapih. “You know what, I’ve decided to convert”, katanya memulai percakapan pagi itu. “Alhamdulillah. You did not decide it Sister!”, kataku. “When some one decides to accept Islam, it’s God’s decision”, jelasku.

Beberapa saat kemudian beberapa peserta memasuki ruangan. Saya menyampaikan kepada mereka bahwa ada berita gembira. “A good news, Theresa have decided to be a Muslim today”. Hampir saja semua peserta yang rata-rata wanita itu berpaling ke Theresa dan menyalaminya. “So the big lady will be a Muslim?”, kata salah seorang peserta. Memang Theresa digelari “big lady” karenanya sedikit gemuk.

Menjelang shalat Dhuhur, saya meminta Theresa untuk mengambil air wudhu. Sambil menunggu adzan Dhuhr, saya kembali menjelaskan dasar-dasar islam secara singkat serta beberapa nasehat kepadanya. Saya juga berpesan agar kiranya Theresa dapat menggunakan posisinya sebagai direktur rumah sakit untuk kepentingan Islam. “Insha Allah!”, katanya singkat.

Setelah adzan dikumandangkan saya minta Theresa untuk datang ke ruang utama masjid. Di hadapan ratusan jama’ah, Theresa mempersaksikan Islamnya: “Laa ilaaha illa Allah-Muhammadan Rasul Allah”. Allahu Akbar! [www.hidayatullah.com]

New York, December 24, 2007

* Penulis adalah imam Masjid Islamic Cultural Center of New York. Syamsi adalah penulis rubrik "Kabar Dari New York" di www.hidayatullah.com